Pages

Senin, 16 Mei 2011

PERAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pendidikan Anak Usia Dini
            Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu klompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.
            Adapun makna pendidikan tidaklah semata-mata dapat menyekolahkan anak di sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas dari itu. Anak tumbuh dan berkembang dengan baik jika memproleh pendidikan yang paripurna (komprehensip) agar kelak menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Menurut Jhon Dewey, pendidikan diartikan sebagai social continuity of life. Adapun menurut Langeveld, pendidikan merupkan upaya manusia dewasa membimbing kepada yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Menurut Plato, pendidikan sebagai the process of instruction and training. Adapun menurut Kant, pendidikan bermakna care, dicipline, and intruction, the fisrt element of the definition needs no exlanation, discipline is the eradication of wildness, instruction is the cultivation of the volitional and cognitive faculties. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dengan demikian pendidikan dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
2.      Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
3.      Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
4.      Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
5.      Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.
           
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
1.      PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.
2.      PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
3.      Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
4.      Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
5.      Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.

B. Manfaat Pendidikan Anak Usia Dini  
Manfaat PAUD bagi anak pra sekolah adalah mereka yang belum berumur 6 tahun bisa bersekolah melalui PAUD ini, karena didalam PAUD itu seniri bukan hanya pendidikan formal yang diajarkan melainkan pendidikan non formal.
Pada dasarnya mengarahkan pendidikan kepada anak sebelum umur 6 tahun itu lebih baik, karena anak bisa merasakan kegiatan bersekolah meskipun belum mencapai umur. Misalkan, mereka bisa bermain dengan teman sebayanya dan pendidik pun akan mengarahkan ke arah permainan yang bermanfaat bagi si anak. Jadi, manfaat PAUD bagi anak pra sekolah, mereka bisa merasakan sekolah sebelum memasuki sekolah yang sebenarnya dan mempunyai bekal pendidikan yang telah di ajarkan di PAUD.
C. Tujuan Didirikannya Pendidikan Anak Usia Dini
Adapun tujuan pendidikan anak usia dini adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa serta bertujuan untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
D. Perkembangan Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.
Adapun tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:
·        Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan.
·        Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
·        Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
·        Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai keterampilan yang diberikan disekolah.
·        Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini, anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan perasaan anak yang hampa dan bimbang.
·        Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
·        Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
E. Peranan Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap
masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan
pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang
belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang
dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan,
pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya.
Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan
produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya,
yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas
anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma
semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses
pendidikan anak usia dini.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya
pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak
adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran
imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang
dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan
bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif.
Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap
potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan seperti terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat  berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk  pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
DAFTAR PUSTAKA
Mansur. Pendidikan anak usia dini dalam islam. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Cetakan I, 2005. Cetakan II, 2007. Cetakan III, 2009
Ihsan, Fuad. Dasar-dasar pendidikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta, 1996
Salam Burhanuddin. Pengantar pedagogik. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 1997
Gunawan, Ari.Kebijakan-kebijakan Pendidikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta, 1995.
Tilaar. Manajemen Pendidikan Nasional. Rosda, Bandung. (1992).
http://amaliafirdausia.wordpress.com/2009/12/31/pendidikan-anak-usia-dini-bagi-usia-pra-sekolah/

2 komentar:

Susah Sinyal mengatakan...

Menurut ku dalam pendidikan seorang anak semua berperan,, saat mendidik junio memang melibatkan banyak orang, akan tetapi banyak orang tua yang tidak tahu dan kebanyakan menyalahkan guru dan anak-anak mereka sendiri saat hasil tidak maksimum.

Feni mengatakan...

Pola pendidikan dan pola asuh orang tua saat ini cenderung permisif, dimana anak diberikan kebebasan yang dampaknya anak menjadi kurang bertanggung jawab dan kurang pandai mengambil keputusan.

Posting Komentar